Minggu, 15 Oktober 2017

METODOLOGI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

A.   

  Pendahuluan
Fazlur Rahman mengemukakan bahwa salah satu poblem pendidikan umat Islam adalah problem metode pendidikan. Pendidikan umat Islam senantiasa menggunakan metode hafalan, yang tidak dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir kritis dan kreatif.[1][1] Seringkali dijumpai seorang guru yang berpengetahuan luas tetapi tidak berhasil dalam mengajar, hanya karena tidak menguasai metode mengajar. Itulah sebabnya, metode mengajar menjadi salah satu obyek bahasan yang penting dalam pendidikan.[2][2] Oleh karena itu, Nazarudin Rahman berpendapat bahwa guru sebagai dari kerangka system pendidikan dituntut untuk selalu mengembangkan keterampilan mengajar yang sesuai dengan kemajuan zaman dan lingkungan lokal dimana proses pendidikan itu dilakukan. Jika guru bersikap statis (merasa cukup dengan apa yang sudah ada) maka proses pendidikan itu akan statis pula bahkan mundur.[3][3] Keberadaan metodologi pembelajaran merupakan salah satu solusi yang dapat dijadikan guru dalam memecahkan persoalan tersebut, karena merupakan hasil pengkajian dan pengujian melalui metode ilmiah.
Metodologi berarti ilmu tentang metode, sementara metode berarti cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Dalam ilmu tentang mengajar, metodologi disebut didaktik yaitu ilmu yang membahas tentang kegiatan proses belajar mengajar yang menimbulkan proses belajar. Didaktik dibedakan menjadi dua, yaitu dikdaktik umum dan didaktik khusus. Didaktik umum membahas prinsip-prinsip umum dalam mengajar dan belajar, sedangkan didaktik khusus yaitu membahas cara-cara guru menyajikan bahan pelajaran kepada pelajar.[4][4] Dan dalam Islam, da’wah dan pendidikan tidak bisa dipisahkan, keduanya terjadi jalinan yang sangat erat dan banyak mengalami persamaan-persamaan, hal ini ditegaskan Syeh Ali Manfudz bahwa :
“Sesungguhnya dakwah kepada kebaikan itu adalah pendidikan, dan pendidikan yang bermanfaat itu hanyalah ada dengan amal perbuatan, karena pendidikan itu tegak berdiri atas teladan yang baik dan uswatun hasanah”.[5][5]

Adapun dalam makalah ini akan membahas metodologi pembelajaran PAI, sebagai ilmu dalam mengembangkan cara mengajar baik berupa prinsip-prinsip umum dalam mengajar dan belajar (didaktik umum), dan membahas cara guru dalam menyajikan materi dalam kegiatan proses pembelajaran dikelas (didaktik khusus) tentunnya pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Dengan demikian tujuan pembembelaran PAI akan tercapai.
Dari beberapa penjelasan di atas, maka dalam makalah ini penulis akan merumuskan beberapa masalah, sebagai berikut :
1.        Apakah metodologi pembelajaran PAI itu ?
2.        Prisnsip-prinsip apa saja yang terdapat dalam metodologi pembelajaran PAI ?
3.        Bagaimana implementasi metodologi pembelajaran PAI pada kegiatan pembelajaran di kelas?

B.  MetodologiPembelajaran PAI
1.   PengertianMetodologiPembelajaran.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, metodologi berarti ilmu tentang metode atau uraian tentang metode.[6][6] Dan dalam bahasa Arab disebut minhaj, wasilah, kaipiyah,dan thoriqoh, semuanya adalah sinonim, namun yang paling populer digunakan dalam dunia pendidikan Islam adalah thoriqoh, bentuk jama’ dari thuruq yang berarti jalan atau cara yang harus ditempuh.[7][7] Menurut M. Arifin, Metodologi berasal dari dua kata yaitu metode dan logi. Adapun metode berasal dari dua kata yaitu meta(melalui) dan hodos (jalan atau cara), dan logi yang berasal dari bahasa Greek (Yunani) yaitu logos (akal atau ilmu), maka metodologi adalah ilmu pengetahuan tentang jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Dengan demikian, metodologi pendidikan adalah sesuatu ilmu pengetahuan tentang metode yang dipergunakan dalam pekerjaan mendidik.[8][8] Hanya saja, Mahmud Yunus menambahkan baik dalam lingkungan perusahaan atau perniagaan, maupun dalam kupasan ilmu pengetahuan dan lainnya.[9][9]
Dalam bahasa Inggris, metode di sebut method dan way, keduanya diartikan cara. Sebenarnya yang lebih layak diterjemahkan cara adalah kata wayitu, bukan kata method. Karena metode istilah yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian “cara yang paling tepat (efektif) dan cepat (efisien)” dalam melakukan sesuatu.[10][10] Maka metodologi dalam pengertian ini adalah ilmu tetang metode yaitu ilmu yang mempelajari cara yang paling tepat (efektif) dan cepat (efisien) untuk mencapaian tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Berdasarkan pengertian di tersebut, maka dijumpai dalam buku metodologi pengajaran lebih banyak membahas bermacam-macam metode, seperti metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demontrasi dan lain-lain.
Pengertian yang lebih luas tentang metodologi adalah pendapat Hasan Langgulung, yang menyatakan bahwa metodologi pengajaran ialah ilmu yang mempelajari segala hal yang akan membawa proses pengajaran bisa lebih efektif. Dengan kata lain metodologi ini menjawab pertanyaan how, what, dan who yaitupertanyaan bagaimana mempelajari sesuatu (metode)?, apa yang harus dipelajari (ilmu)?, serta  siapa yang mempelajari (peserta didik) dan siapa yang mengajarkan (guru)?.[11][11] Pendapat yang semakna dengan di atas dikemukakan oleh Omar Mohmmad Al-Toumy Al-Syaibany yang menyatakan bahwa :[12][12]
“metode mengajar bermakna segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkan, ciri-ciri perkembangan murid-muridnya, dan suasana alam sekitarnya dan tujuan menolong murid-muridnya untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka. Selanjutnya menolong mereka memperoleh maklumat, pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, sikap, minat dan nilai-nilai yang diinginkan.

Pendapat di atas diperkuat dengan fiman Allah dalam surah An-Nahl : 125, yang artinya sebagai berikut :
Serulah (Manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan bijaksanadan nasehat yang baik, serta berbantahlah mereka dengan cara yang baik (QS.An-Nahl : 125).

Dengan demikian, metodologi pembelajaran tidak hanya membahas metode semata, tapi kajiannya lebih luas yaitu mengaitkan cara mengunakan metode dengan bahan yang diajarkan, peserta didik dan guru bahkan lingkungan.
Adapun pengertian pembelajaran menurut beberapa ahli, sebagai berikut :[13][13]
a.         Pendapat Gagne, bahwa pembelajaran diartikan seperangkat acara pristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya proses belajar yang bersifat internal.
b.        J. Drost (1999), menyatakan bahwa pembelajaran merupakan usaha yang dilakukan untuk menjadikan orang lain belajar.
c.         Mulkan (1993), memahami pembelajarann sebagai suatu aktifitas guna menciptakan kreativitas siswa.
            PadaPasal 1 butir 20 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni “Pembelajaranadalah proses interaksipesertadidikdenganpendidikdansumberbelajarpadasuatulingkunganbelajar”. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa pembelajaran adalah serangkaian kegiatan atau situasi yang sengaja dirancang agar interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar  dapat melakukan aktifitas belajar. 
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dikemukankan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memahami metodologi pembelajaran, yaitu sebagai berikut :
a.    metodologi pembelajaran adalah sebuah ilmu dalam mengembangkan cara yang dilalui dalam proses pembelajaran yang berupa prinsip-prinsip umum dalam mengajar dan belajar (didaktik umum).
b.    metodologi pembelajaran adalah sebuah ilmu yang membahas cara yang paling cepat (efektif) dan cepat (efisian) yang dapat digunakan guru dalam menyajikan materi dalam kegiatan proses pembelajaran dikelas (Didaktik khusus).

2.        Pendidikan Agama Islam (PAI).
Pendidikan berasal dari kata didik. Dengan diberi awalan pend dan akhiran kan, yang mengandung arti perbuatan, hal, dan cara. Pendidikan Agama dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah religion education, yang diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan orang beragama. Pendidikan agama tidak cukup hanya memberikan pengetahuan tentang agama saja, tetapi lebih ditekankan pada feeling attituted, personal ideals, aktivitas kepercayaan.[14][14]
Dalam bahasa Arab, ada beberapa istilah yang bisa digunakan dalam pengertian pendidikan, yaitu ta’lim (mengajar),[15][15] ta’dib (mendidik),[16][16] dan tarbiyah (mendidik).[17][17] Namun menurut al-Attas (1980) dalam Hasan Langgulung, bahwa kata ta’dib yang lebih tepat digunakan dalam pendidikan agama Islam, karena tidak terlalu sempit sekedar mengajar saja, dan tidak terlalu luas, sebagaimana kata terbiyah juga digunakan untuk hewan dan tumbuh-tumbuhan dengan pengertian memelihara.[18][18] Dalam perkembangan selanjutnya, bidang speliasisai dalam ilmu pengetahuan, kata adab dipakai untuk kesusastraan, dan tarbiyah digunakan dalam pendidikan Islam hingga populer sampai sekarang.[19][19] Dengan demikian, Pendidikan Agama Islam di sekolah diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama Islam.
Nazarudin Rahman menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran PAI, yaitu sebagai berikut : [20][20]
a.         Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai usaha sadar, yakni suatu kegiatan membimbing, pengajaran dan / atau latihan yang dilakukan secara berencana dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai.
b.        Peserta didik harus disiapkan untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam.
c.         Pendidik atau Guru Agama Islam (GPAI) harus disiapkan untuk bisa menjalankan tugasnnya, yakni merencanakan bimbingan, pangajaran dan pelatihan.
d.        Kegiatan pembelajaran PAI diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama Islam.
Sebagai salah satu komponen ilmu pendidikan Islam, metode pembelajaran PAI harus mengandung potensi yang bersifat mengarahkan materi pelajaran kepada tujuan pendidikan agama Islam yang hendak dicapai proses pembelajaran.
Dalam konteks tujuan Pendidikan Agama Islam di sekolah umum, Departemen Pendidikan Nasional  merumuskan sebagai berikut : [21][21]
a.         Menumbuh kembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT.
b.        Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, berdisiplin, bertoleran (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.

Lebih lanjut, menurut Arifin, ada tiga aspek nilai yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam yang hendak direalisasikan melalui metode, yaitu : pertama, membentuk peserta didik menjadi hamba Allah yang mengabdi kepadaNya semata. Kedua, bernilai edukatif yang mengacu kepada petunjuk Al-Qur’an dan Al-hadist. Ketiga, berkaitan dengan motivasi dan kedisiplinan sesuai dengan ajaran al-Qur’an yang disebut pahala dan siksaan.[22][22]
Berangkat dari beberapa penjelasan tersebut, dapat dikemukan bahwa Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah usaha sadar, yakni suatu kegiatan membimbing, pengajaran dan / atau latihan yang dilakukan GPAI secara berencana dan sadar dengan tujuan agar peserta didik bisa menumbuh kembangkan akidahnya melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT yang pada akhirnya mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia.
Agar hal di atas tercapai, maka GPAI dituntut mampu mengembangkan kemampuannya dalam pembelajaran PAI, disinilah pentingnya mempelajari metodologi pembelajaran PAI.  

3.   Prinsip- PrinsipMetodologi Pembelajaran PAI
Metodologi pembelajaran merupakan ilmu bantu yang tidak dapat berdiri sendiri, tetapi berfungsi membantu dalam proses pembelajaran, karena memberikan alternatif dan mengandung unsur-unsur inovatif.
Menurut Mulyasa (2004), tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan prilaku peserta didik. Oleh karena itu, Firdaus (2005) menjelaskan bahwa pembelajaran pada dasarnya merupakan proses pengalaman belajar yang sistematis yang bermanfaat untuk siswa dalam kehidupannya kelak dan pengalaman belajar  yang diperoleh siswa juga sekaligus mengilhami mereka ketika menghadapi problem dalam kehidupan sesungguhnya.[23][23] Dalam kontek pemberian pengalaman belajar yang dimaksud di atas, maka implementasi metodologi pembelajaran yang selama konvensional (terpusat pada guru), sudah saatnya untuk diganti dengan metodologi pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif dalam pembelajaran.
Menurut Omar Muhammad Al-Thoumy Al-Saibany, prinsip-prinsipmetodologipendidikanIslam adalahsebagaiberikut:
a.         menjagamotivasi, kebutuhan, danminatdan keinginan pelajar pada proses belajar.
b.        menjaga tujuanpembelajaran yang telahditetapkan.
c.         memelihara tahapkematangan, perkembangan, danperubahananakdidik.
d.        menjagaperbedaan-perbedaanindividudalamanakdidik.
e.         mempersiapkan peluang partisipasi praktikal; sehingga menjadi keterampilan, adat kebiasaan, sikap dan nilai.
f.         memperhatikankepahaman, danmengetahuihubungan-hubungan, integrasipengalamandankelanjutannya, keaslian, pembaharuan, dankebebasanberpikir.
g.        menjadikan proses pendidikansebagaipengalaman yang menggembirakanbagianakdidik.[24][24]
Pendapat yang hampir sama, menurut Abdurrahman Mas’ud, bahwa secara teknis dalam penerapan metode, guru harus melakukan hal-hal sebagai berikut :
a.         Guru hendaknya bertindak sebagai role model, suri tauladan bagi kehidupan sosial siswa, baik di dalam maupun luar di luar kelas.
b.        Garu hendaknya menunjukkan sikap kasih sayang kepada siswa.
c.         Guru hendaknya memperlakukan siswa sebagai subyek dan mitra belajar, bukan obyek.
d.        Guru hendaknya bertindak sebagai fasilitator, promotor of learning yang lebih mengutamakan bimbingan, menumbuhkan kreativitas siswa, serta interakstif dan kamunikatif dengan siswa.[25][25]
Maka menurut Syaiful Bahri, dalam penggunaan metode hendaknya didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
a.         Selalu beroritentasi pada tujuan.
b.        Tidak terikat pada satu alternatif saja.
c.         Kerap dipergunakan sebagai suatu kombinasi dari berbagai metode.
d.        Kerap dipergunakan berganti-ganti dari satu metode ke metode lain.[26][26]
Sedangkan menurut Ahmad Tafsir, cara yang paling tepat dan cepat dalam pembelajaran agama Islam  yaitu dengan memperhatikan beberapa pertanyaan yang harus dijawab ketika metodologi pembelajaran PAI mau diterapkan, yaitu : siapa yang diajar?, berapa jumlahnya?, seberapa dalam agama itu akan diajarkan?, seberapa luas yang akan diajarkan?, dimana pelajaran itu berlangsung? dan peralatan apa saja yang tersedia?. [27][27]
                  Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa prinsip metodologi pembalajaran PAI harus dapat memungkinkan pembelajaran PAI terpusat pada guru dan siswa yang menjadi komponen penentu dalam pembelajaran, yaitu terjadinya interaksi antara guru dan siswa bersama-sama dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI. Dalam hubungan ini tugas guru PAI bukan hanya menyampaikan pesan berupa materi pelajaran, melainkan pemahaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar, dengan kata lain meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

4.   Manfaat Metodologi Pembelajaran PAI
Metode-metode pembelajaran PAI memiliki manfaat bagi pendidik dan peserta didik, baik dalam proses belajar dan pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari, bahkan untuk hari esok. Sehubungan dengan itu, Omar Muhammad Al-Thoumy Al-SaibanymengatakanbahwakegunaanmetodologipendidikanIslam adalahsebagaiberikut:
a.    menolongsiswadalammengembangkanilmupengetahuan, pengalaman, keterampilan, terutama berpikirilmiah dan sikap dalm satu kesatuan.
b.    membiasakanpelajarberpikirsehat, rajin, sabar, dantelitidalammenuntutilmu.
c.    memudahkanpencapaiantujuanpembelajaran secara efektif dan efisien.
d.   menciptakansuasanabelajar mengajar yang kondusif, komunikatif, sehinggadapat meningkatkan motivasi peserta didik.[28][28]
                  Dengan demikian, keberadaan metodologi pembelajaran menunjukkan pentingnya metode dalam sistem pengajaran. Tujuan dan materi yang baik tanpa didukung dengan metode penyampaian yang baik dapat menghasilkan yang tidak baik. Atas dasar itu, pendidikan agama Islam sangat memperhatikan terhadap masalah metodologi pembelajaran ini. Sebagaimana hadits nabi, yang artinya sebagai berikut :
      Bagi segala sesuatu itu ada caranya (metodenya). Dan metode masuk surga, adalah ilmu (H.R. Dailami).[29][29]

5.  Metode-metode Pembelajaran PAI
Metodologi pembelajaran PAI ini tidak akan ada artinya kalau tidak dilaksanakan dalam praktek pendidikan. Pelaksanaan metodologi pembelajaran PAI itu dalam pembelajaran diantaranya pemilihan metode mangajar yang efektif dan efisian. Dalam al-Qur’an banyak metode yang bisa diterapkan untuk menyampaikan kalam-kalam Allah kepada manusia, seperti metode cerita, diskusi, tanya jawab (dialog), metode perumpamaan (metafora), metode hukuman dan ganjaran.[30][30]
Selain metode yang terdapat dalam Al-Qur’an, menurut Ramayulis, ada beberapa metode yang dapat kita gunakan dalam pembelajaran Pendidikan agama Islam, diantaranya : metode ceramah, diskusi, tanya jawab, demontrasi, karyawisata, penugasan, pemecahan masalah, simulasi, eksperimen, penemuan, sosio drama, kerja kelompok dan lain-lain.[31][31] Metode-metode tersebut secara konvensional telah banyak dipraktekkan oleh GPAI disekolah terutama metode ceramah dan tanya jawab.
Lebih lanjut, Nazarudin Rahman menjelaskan ada beberapa model pembelajaran yang dapat mewujudkan kegiatan belajar siswa aktif, diantaranya : Jigsaw (tim ahli), Cooperatif Script (bekerja berpasangan), Problem Based Introduction (PBI), Artikulasi, Group Investigation, Explicit Intruction, Coopetive Intergrated Reading dan Compotion, Inside-Outside-Circle, Consep Sentece, Complete Sentese, Mind Mapping.[32][32] Metode-metode ini belum begitu populer di kalangan GPAI, sebagian kecil saja yang menerapkannya dalam proses pembelajaran.
                   Metode-metode tersebut, boleh saja digunakan dalam pendidikan agama Islam asal tidak bertentangan prinsip-prinsip yang mendasarinya. Kalau dilihat dari Al-Qur’an dan Al-Hadits maka ayat-ayat dan hadist yang menjadi dasar dari metode-metode tersebut. Perlu disadari bahwa sangat sulit untuk menentukan  menentukan metode mana yang terbaik, yang paling sesuai atau efektif. Penentuan metode sangat erat hubungannya dengan kemampuan guru, materi dan siswa serta sarana prasarana yang tersedia.
                   Menurut Ing S. Ulih Karo-karo dalam Ramayulis, ada beberapa faktor yang harus diperahatikan dalam metode mengajar, diantaranya  tujuan yang hendak dicapai,  pelajar, bahan pelajaran, fasilitas, guru, situasi, partisipasi dan kebaikan dan kelemahan metode tersebut.[33][33]
                   Dengan demikian, GPAI harus cerdas dalam memilih metode pembelajaran, yaitu metode yang memungkinkan siswa yang belajar dalam kontek yang bermakna. Bermakna yang dimaksud, menjadikan pengetahuan yang relevan dengan siswa, memberikan kesempatan kepada siswa melakukan pengamatan, mengumpulkan data, menganalisi, menemukan dan menyimpulkan. Dan GPAI harus merubah kebiasaan yang selama ini hanya menggunakan metode konvensional menuju inovasi baru yaitu metode pembalajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.


C.  Kesimpulan
Metodologipembelajaran PAI adalahilmu yang mempelajari cara yang paling tepat (efektif) dan cepat (efisien) untuk mencapaian tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Metodologi pembalajaran PAI harus dapat memungkinkan pembelajaran PAI terpusat pada guru dan siswa yang menjadi komponen penentu dalam pembelajaran, yaitu terjadinya interaksi antara guru dan siswa bersama-sama dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI. Dalam hubungan ini tugas guru PAI bukan hanya menyampaikan pesan berupa materi pelajaran, melainkan pemahaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar, dengan kata lain meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dengan demikian, GPAI harus cerdas dalam memilih metode pembelajaran,  dan GPAI dituntut untuk selalu megembangkan dan memperbaharui (berinovasi) dalam menggunakan metode pembelajaran, hingga dapat merubah kebiasaan yang lama yaitu merasa cukup dengan metode konvensional yang sudah ada.


DaftarPustaka

Abdurrahman Mas’ud, 2002, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik ; Humanisme Raligius sebagai Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta, Gama Media.
Abdurrahman Saleh Abdullah,1994, Teori-teori Pendidikan berdasarkan Al-Qur’an, cet. kedua, Jakarta, Rineka Cipta.
Abu Taudhied, 1990, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, Yogyakarta, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Ahmad tafsir, 2004, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Cet ke delapan. Bandung, Remaja Rosdakarya.
ArifArmai, 2002, PengantarIlmudanMetodologi Pendidikan Islam, Jakarta: CIPUTAT PRES.
Hasan Langgulung, 2000, Asas-asas Pendidikan Islam, edisi revisi, Jakarta, Al-Husna Zikra.
M. Arifin, 1996, Ilmu Pendidikan Islam; suatu tinjauan teoritis dan praktis berdasarkan pendekatan Interdisipliner, cet. ke empat. Jakarta, Bumi Aksara.
Nazarudin Rahman, 2009, Manajemen Pembelajaran ; Implementasi Konsep, Karakteristik dan Metodologi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum, Cet I, Yogyakarta, Pustaka Felicha.
Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, 1979, Falsafah Pendidikan Islam, Alih bahasa Hasan Langgulung, cet. pertama. Jakarta, Bulan Bintang.
Ramayulis, 2001, Metodologi Pengajaran Agama Islam, cet ketiga, Jakarta, Kalam Mulia.
Syaiful Bahri Djamarah, 2000, Guru dan Anak Didik ; dalam interaksi edukatif, Cet. pertama, Jakarta. Rineka Cipta.
Tim Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga, 2002, Jurnal Ilmu Pendidikan Islam; Kajian tentang Konsep, Problem dan Prospek Pendidikan Islam, edisi Vol. 3 No. 2 Januari 2001, Yogyakarta, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kali Jaga.
Tim DirJen Pembinaan PAI pada Sekolah Umum, 2001, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Depatemen Agama RI.


[1][1]Sutrisno, Problem-Problem Pendidikan Umat Islam; Studi atas Pemikiran Fazlur Rahman,  dalam Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, Vol. 3 no 2 Januari 2002, Yogyakarta, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga, hal. 31-21.  
[2][2]Tim Dirjen Pembinaan PAI pada Sekolah Umum, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Depatemen Agama RI, 2001, hal. 20.
[3][3]Nazarudin Rahman, Manajemen Pembelajaran ; Implementasi Konsep, Karakteristik dan Metodologi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum, Cet I, Yogyakarta, Pustaka Felicha, 2009, hal. i.
[4][4]Tim Dirjen Pembinaan PAI pada Sekolah Umum, Op.Cit., hal. 19.
[5][5]Abu Tauhied, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, Yogyakarat, Fak.Tarbiyah IAIN Sunan Kali Jaga, 1990. Hal. 75.
[6][6]Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Indonesia, Cet. empat, Jakarta, Balai Pustaka, 2007. Hal. 741.
[7][7]Abu Tauhied, Op. Cit. Hal. 72.
[8][8]M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, cet. ke empat, Jakarta, Bumi Aksara, 1996. Hal. 61.
[9][9]ArmaiArief,PengantarIlmudanMetodologiPendidikan Islam, Jakarta, Ciputat Press. 2000, Hal. 87.
[10][10]Ahmad tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Cet ke delapan, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2004, Hal. 9.
[11][11]Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, edisi revisi, Jakarta, Al-Husna Zikra, 2000, Hal. 350.
[12][12]Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Alih bahasa Hasan Langgulung, cet. pertama. Jakarta, Bulan Bintang, 1979, Hal. 553.
[13][13]Nazarudin Rahman. Op.Cit. hal. 163.
[14][14]Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, cet ketiga, Jakarta, Kalam Mulia, 2001, Hal. 3.
[15][15]Diambil dari Q.S. Al-Baqarah : 31, artinya : dan Allah mengajarkan kepada Adam segala nama, kemudian ia berkata kepada malaikat : beritahulah aku nama-nama semua itu jika kamu benar.
[16][16]Hadis nabi, artinya : Allah mendidikku, maka Dia memberikan kapadaku sebaik-baik pendidikan.
[17][17]Q.S Bani Israil : 24, artinya : Wahai tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka mendidikkusewaktu kecil.
[18][18]Hasan Langgulung,  Op. Cit., Hal. 3.
[19][19]Ramayulis, Op. Cit. Hal. 4.
[20][20]Nazarudin Rahman, Op.Cit. Hal. 12.
[21][21]Ibid, hal. 17.
[22][22]M. Arifin, Op Cit. Hal.  198.
[23][23]Nazarudin Rahman, Op.Cit. hal. 165.
[24][24]Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Op. Cit., Hal. 595-627.
[25][25]Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik ; Humanisme Raligius sebagai Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta, Gama Media, 2002, hal. 202.
[26][26]Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik ; dalam interaksi edukatif, Cet. pertama, Jakarta. Rineka Cipta, 2000, hal. 184.
[27][27]Ahmad tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Cet kedelapan. Bandung, Remaja Rosdakarya, 2004, Hal.10.
[28][28]Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Op. Cit Hal.585.
[29][29][29][29]Abu Tauhied, Op. Cit. Hal. 73.
[30][30]Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan berdasarkan Al-Qur’an, cet. kedua, Jakarta, Rineka Cipta, 1994, hal. 197-231.
[31][31]Ramayulis, Op Cit, hal. 108-109.
[32][32]Nazarudin Rahman, Op.Cit. Hal. 165-174.
[33][33]Ramayulis, Op. Cit., Hal. 111-114.

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar